Jakarta — Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong penyebarluasan informasi dan pemanfaatan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif Merdeka ke berbagai pihak khususnya guru dan peserta didik.
Hal ini bertujuan agar semakin banyak pihak memanfaatkan UKBI sebagai alat ukur kemahiran dan acuan dalam meningkatkan kompetensi berbahasa Indonesia secara terus menerus.
Kepala Badan Bahasa E. Aminudin Aziz dalam kegiatan Diseminasi Nasional Kemahiran Berbahasa Indonesia menjelaskan terkait implikasi kebermanfaatan UKBI bagi berbagai kalangan.
Pertama, untuk dinas pendidikan maupun sekolah di mana UKBI mendorong pelajar secara aktif dan masif mengukur kemampuannya berbahasa Indonesia secara gratis.
Kedua, bagi kalangan civitas akademika, UKBI bermanfaat sebagai instrumen evaluasi capaian mata kuliah Bahasa Indonesia.
Ketiga, bagi pengambil kebijakan/kalangan profesional, UKBI dapat menjadi salah satu standar dalam memetakan dan meningkatkan kompetensi pegawai.
“Kalau sudah ada petanya, maka pembelajaran bisa difokuskan untuk dua hal. Pertama, meningkatkan kompetensi siswa yang masih lemah. Kedua, untuk siswa yang dinilai sudah mahir, bisa melanjutkan pembelajaran ke tahap berikutnya yang lebih menantang dan menarik. Misalnya menulis artikel, dan lain-lain,” jelasnya di Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Aminudin Aziz menjelaskan lebih lanjut bahwa UKBI bisa membantu sekolah dalam memetakan satuan pendidikan maupun wilayah mana saja yang kelompok siswanya bagus dalam hal kompetensi menulis, berbicara, memahami bacaan, memahami kaidah, dan menyimak/mendengarkan.
“Bapak/Ibu yang ada di dinas pendidikan maupun sekolah silakan untuk mengembangkan model pembelajaran yang lebih bervariasi berdasarkan hasil pemetaan UKBI ini,” imbaunya.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pengembangan Kompetensi Pendidik Tenaga Kependidikan dan Kejuruan (P2KPTK2) Jakarta Pusat, Badariyah menyampaikan bahwa UKBI memberi banyak manfaat bagi pengembangan kompetensi guru dan peserta didik terutama dalam penguasaan Bahasa Indonesia.
“Terutama bagi guru yang mengajar menggunakan pengantar Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi maka kompetensi dalam berbahasa Indonesia harus dikuasai dengan baik,” tekannya.
Badariyah juga mendukung peran UKBI dalam membantu guru memetakan kompetensi berbahasa Indonesia pada peserta didik. Apalagi dengan adanya Kurikulum Merdeka di mana pembelajaran menjadi lebih fleksibel sehingga guru diberi keleluasaan untuk menggunakan perangkat yang mendukung proses pembelajaran.
Ia mengakui bahwa belum semua pendidik maupun peserta didik yang paham soal UKBI ini. Untuk itu, ia sangat berharap Badan Bahasa dapat menyosialisasikan UKBI secara lebih masif dan berkesinambungan baik ke seluruh dinas pendidikan maupun satuan pendidikan.
Dengan demikian, para guru dan peserta didik dapat mengukur kemampuan mereka dan memiliki acuan untuk meningkatkan kompetensinya ke depan.
“Harapan kami, guru dan siswa bisa paham bahwa berbahasa Indonesia yang baik tidak cukup dengan berbicara saja, melainkan juga harus menguasai aspek menulis dan aspek lainnya,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Staf P2KPTK2, Mukmin turut menyampaikan pendapat senada. Menurutnya, penting bagi seluruh pendidik untuk menguasai kompetensi berbahasa Indonesia sebagai ‘bekal’ mereka mengajar berbagai bidang keilmuan lain.
“Semoga kami diberi kesempatan untuk dapat berkolaborasi dengan Badan Bahasa guna meningkatkan pemahaman guru-guru di DKI Jakarta terkait penguasaan berbagai aspek kebahasaan,” terangnya, seraya menyebutkan terdapat sejumlah 94.062 guru di DKI Jakarta yang perlu dipetakan kemampuan mereka berbahasa Indonesia.
Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap perkembangan UKBI yang dari waktu ke waktu sangat menarik dan sejalan dengan perkembangan zaman.
“Dengan begitu, semakin banyak guru dan siswa yang tertarik untuk mengakses dan terbantu dalam proses pembelajaran khususnya yang terkait dengan keterampilan berbahasa Indonesia,” imbuhnya, seraya mengajak para siswa dan guru untuk mengikuti tes UKBI.
Ahmad Zakiy Zayyan, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Univerisitas Indonesia mengungkapkan rasa syukurnya dengan mengikuti UKBI karena manfaaatnya sebagai sarana evaluasi, bentuk validasi kemampuan berbahasa Indonesia, meningkatkan personal branding/kualitas diri, dan dapat menjadi alat uji bagi pengurus organisasi.
“Ketika mahasiswa ingin terjun ke masyarakat, dia harus memiliki kemampuan komunikasi dan berbahasa Indonesia dengan baik. Oleh karena itu, dengan adanya sarana evaluasi untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dan memperbaiki kemampuan ke depan maka hasil evaluasi ini bisa menjadi umpan balik yang bermanfaat bagi mahasiswa,” jelasnya.
Selain itu, beberapa beasiswa menurutnya, mewajibkan pesertanya lulus tes UKBI sebagai salah satu prasyarat.
“Tentunya keberadaan UKBI ini menjadi sangat dibutuhkan di masa depan,” ujar Ahmad Zakiy, peserta UKBI yang berhasil mendapat predikat istimewa, khusus untuk paket satu.
“Pastikan kondisi ruangan memadai dan mendukung saat menjalankan tes karena sangat berpengaruh terhadap hasil UKBI-nya nanti,” ungkapnya, yang mengaku terkesan dengan layanan UKBI yang efektif dan efisien.
Sekilas Perkembangan UKBI
Desain UKBI terus berkembang. Di awal, UKBI berbasis kertas dan pensil, kemudian UKBI berbasis komputer secara luring, lalu UKBI berbasis internet secara daring, hingga kini UKBI Adaptif Merdeka yg diujikan secara daring.
Sejumlah 31 buku Peta Kemahiran Berbahasa Indonesia yang menampilkan hasil uji tingkat nasional dan provinsi dapat diunduh pada tautan http://ringkas.kemdikbud.go.id/PetaUKBI2022.
Hingga saat ini, sejumlah 219.358 peserta telah mengikuti UKBI Adaptif Merdeka yang berasal dari 2.293 lembaga. UKBI telah diujikan kepada 37 profesi di 426 kabupaten/kota, serta 119 warga negara asing dari 33 negara.
Keunggulan UKBI Adaptif Merdeka yaitu 1) andal karena menguji kemahiran berbahasa dengan tingkat presisi yang tinggi, 2) efektif di mana dapat mengukur berbagai jenjang kemahiran dari yang terendah hingga tertinggi lintas waktu dan tempat, serta 3) efisien di mana jumlah soal berbeda untuk setiap peserta uji yang hal ini bergantung pada estimasi kemampuan peserta uji dan waktu uji relatif untuk setiap peserta sehingga lebih efisien.
(Maula Ibrahim)