Lanjutan Sidang Sistem Pemilu, MK Minta Keterangan PKS dan PSI

Anthony Winza Prabowo perwakilan dari PSI, mengatakan, sistem proporsional terbuka membuat proses menjadi sederhana

Jakarta – Sidang judicial review sistem pemilu berlanjut di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang kemarin (23/2/2023), hakim konstitusi mendengarkan keterangan dari sejumlah pihak terkait. Yakni, PKS, PSI dan Muhammad Sholeh.

Menurut Faudjan Muslim, mewakili PKS, ada banyak hal positif dengan sistem proporsional terbuka. Di antaranya, dinamika internal partai akan berjalan maksimal.

Sebab, ada kompetisi positif antarbakal calon dalam merebut hati masyarakat. Dinamika tersebut dapat mengajak pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilu.

Soal dalil pemohon yang memganggap sistem terbuka menimbulkan persaingan yang tidak sehat, PKS menilai para pemohon terlalu pesimistis. Sebaliknya, dia menilai sistem tertutup yang menciptakan konflik dan kanibalisme internal partai politik sendiri.

Sementara itu, Anthony Winza Prabowo perwakilan dari PSI, mengatakan, sistem proporsional terbuka membuat proses menjadi sederhana. Yakni, dengan menetapkan suara dan dukungan rakyat paling banyak dibanding lobi-lobi di internal. Dia berpendapat original intent dari pembentuk UUD menghendaki proporsional terbuka.

Hal itu, lanjut Anthony, juga tercermin dari putusan MK sebelumnya yang telah menafsirkan norma tersebut. “Dengan menempatkan original intent sebagai faktor yang utama dalam melakukan penafsiran terhadap konstitusi,” terang Anthony.

Adapun Sholeh menilai, sistem proporsional terbuka mendorong pemilu menjadi sehat. Para caleg jauh sebelum pemilu berlangsung, sudah mendekati warga. “Berbeda dengan sistem proporsional tertutup yang mana para caleg tidak akan melakukan kerja-kerja politik mendekati warga,” ujar advokat yang memenangkan gugatan MK sistem pemilu terbuka pada 2008 lalu itu.

Sholeh juga membantah klaim yang memyebut sistem terbuka mahal. Baginya, itu sangat bergantung sosok caleg. Dia menyebut, banyak juga caleg yang berhasil melenggang dengan modal sedikit. Contohnya, Johan Budi yang mantan komisioner KPK. ‘’Uang dari mana dia, nyatanya bisa terpilih, bisa mengalahkan incumbent Budiman Sujatmiko,” ungkapnya.

Fakta itu, lanjut dia, menunjukkan bahwa track record calon lebih menentukan dibanding modal atau kekayaan. ‘’Soal kekhawatiran politik uang dan sebagainya, itu tidak ada hubungannya dengan sistem pemilu. Kalau itu dikhawatirkan, tinggal bagaimana pendidikan politik pada warga oleh parpol. Ada juga KPU, Bawaslu dan perangkatnya,’’ katanya.

Belum ada kepastian kapan MK akan memutuskan gugatan soal sistem pemilu tersebut. Padahal, parpol dan para bakal caleg sudah menunggu. Yang jelas, sidang akan dilanjutkan lagi pekan depan.

(Prasetyo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *