Makassar – Apa itu justice collaborator masih kerap dipertanyakan oleh sebagian orang. Istilah hukum ini sering disinggung dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat.
Seperti diketahui, dalam kasus tersebut, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E yang menjadi salah satu terdakwa mengajukan permohonan status justice collaborator kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Status justice collaborator ini kemudian dikabulkan hakim dalam sidang vonis kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Status ini juga menjadi salah satu hal meringankan sehingga Eliezer divonis ringan dengan penjara 1 tahun 6 bulan.
Lantas, apa itu justice collaborator? Status hukum yang membuat Eliezer divonis ringan di kasus pembunuhan Yosua.
Berikut ini penjelasannya yang dikutip detikSulsel dari jurnal UIN Syarif Hidayatullah berjudul ‘Penerapan Justice Collaborator dalam Peradilan Pidana di Indonesia’.
Pengertian Justice Collaborator
Istilah justice collaborator berasal dari Bahasa Inggris, ‘justice’ yang berarti ‘keadilan’, serta ‘collaborator’ yang berarti ‘kolaborator’ atau ‘bekerja sama’. Istilah ini juga biasa disebut collaborator with justice yang berarti kolaborator keadilan.
Dalam dunia hukum di Indonesia, justice collaborator diartikan saksi pelaku yang bekerja sama. Pengertian justice collaborator adalah seorang pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu Jaksa Penuntut Umum dengan mengungkap tindak pidana dengan memberikan informasi, bukti dan kesaksian yang valid guna menyelesaikan perkara tindak pidana, dengan catatan yang bersangkutan bukanlah seorang pelaku utama.
Dasar Hukum Justice Collaborator di Indonesia
Di Indonesia, terdapat sejumlah landasan hukum yang mengatur tentang justice collaborator. Status justice collaborator di Indonesia biasanya dipakai oleh penegak hukum untuk memecahkan kasus yang lebih besar.
Setidaknya ada 5 regulasi yang telah mengatur ketentuan justice collaborator. Regulasi ini menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur dan juga memberikan persyaratan bagi tersangka untuk mengajukan diri sebagai seorang justice collaborator.
Adapun lima regulasi hukum yang dimaksud, yaitu:
- Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban
- Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang tatacara dan syarat pelaksanaan warga binaan pemasyarakatan 59
- Surat edaran mahkamah agung (SEMA) nomor 4 tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana (Whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator)
- Peraturan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.HH11.HM.03.02.th.2011, No. PER-045/A/JA/12/2011, No. 1 Tahun 2011, No. KEPB-02/01-55/12/2011, No. 4 Tahun 2011 tentang perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor dan saksi pelaku yang bekerja sama.
- Peraturan Menteri No. 3 tahun 2018 tentang tata cara dan syarat pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat untuk pelaksanaan remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat.
Syarat Menjadi Justice Collaborator
Ketentuan mengenai persyaratan seseorang terdakwa atau tersangka untuk menjadi justice collaborator telah diatur dalam peraturan bersama Menteri dan lembaga negara lain.
Adapun syarat untuk menjadi justice collaborator, yaitu:
- Tindak pidana yang diungkap justice collaborator adalah tindak pidana yang terorganisir dan/atau serius;
- Keterangan yang diberikan oleh justice collaborator harus keterangan yang benar, signifikan, jelas dan andal dalam mengungkap kasus tindak pidana yang terorganisir dan/atau serius;
- Seorang yang ingin menjadi justice collaborator harus bukan seorang pelaku utama dalam tindak pidana yang terorganisir dan/atau serius yang dihadapinya;
- Orang yang hendak menjadi justice collaborator harus bersedia membuat pernyataan tertulis bersedia mengembalikan aset yang telah didapatnya dari tindak pidana yang terorganisir dan/atau serius
Selain persyaratan secara umum yang dijelaskan di atas, persyaratan dan kriteria seseorang yang bisa menjadi justice collaborator dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yakni pengajuan menjadi justice collaborator pada saat masa penyidikan dan persidangan dan pada saat yang bersangkutan telah menjadi narapidana.
Persyaratan dan Kriteria Justice Collaborator saat Masa Penyidikan dan Persidangan
- Seorang saksi yang ingin mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerjasama haruslah salah satu orang yang melakukan tindak pidana tersebut, dia adalah salah satu dari pelakunya dan tidak boleh pelaku utama,
- Saksi pelaku yang bekerja sama harus telah mengakui semua perbuatannya dalam tindak pidana yang sedang dijalaninya, saksi tidak berbelit-belit bahkan mengelak perbuatannya dalam tindak pidana tersebut
- Setelah saksi mengakui tindakannya, saksi harus siap untuk mengembalikan semua asset dan juga keuntungan dalam bentuk apapun kepada negara tanpa terkecuali,
- Saksi tidak boleh melarikan diri atau bahkan sampai menghilangkan alat bukti atau mengaburkan informasi untuk melindungi teman-teman pelaku lainnya,
Persyaratan dan Kriteria Justice Collaborator saat Telah Menjadi Narapidana
Narapidana yang ingin mengajukan diri sebagai justice collaborator diatur juga tersendiri dalam Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang tata cara dan syarat pelaksanaan warga binaan pemasyarakatan.
Hal ini juga diatur dalam peraturan menteri No. 3 tahun 2018 tentang tata cara dan syarat pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat untuk pelaksanaan remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat.
Adapun persyaratannya, yaitu:
- Berlekakuan baik, seorang narapidana harus berkelakuan baik selama ia menjalani masa hukuman, tidak pernah tersandung masalah lagi dan tidak melakukan semua tindakan yang melawan hukum
- Menjalani masa hukuman paling minimal selama 6 bulan, seorang narpidana yang ingin mengajukan diri sebagai justice collaborator haruslah telah menjalani masa hukumannya paling sedikit adalah 6 bulan
- Siap bersedia memberikan keterangan dengan informasi yang valid dengan didasari itikad baik untuk membantu aparat penegak hukum memecahkan peradilan tindak pidana,
- Mendapatkan rekomendasi dari lembaga tertentu, misalnya seorang narapidana narkotika, yang bersangkutan harus mendapatkan rekomendasi dari Badan Narkotika Nasional, narapidana korupsi, harus mendapatkan rekomendasi dari komisi pemberantasan korupsi, narapidana terorisme, harus mendapatkan rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan lain sebagainya.
Keuntungan Menjadi Justice Collaborator
- Seorang saksi pelaku yang bekerjasama memiliki peluang atau kesempatan yang sangat lebar dan menjanjikan mendapatkan vonis ringan dari majelis hakim dibandingkan dengan pelaku yang lain.
- Justice collaborator bisa mendapatkan remisi atau pemotongan dan pengurangan masa hukuman, pemotongan masa hukuman.
- Justice collaborator juga bisa mendapatkan pembebasan bersyarat, hal ini memungkinkan terjadi walaupun pelaku adalah pelaku tindak pidana khusus, dengan catatan pelaku telah menjalani 2/3 masa hukumannya.
(Maula Ibrahim)