Kian Kencang Kritik Tolak Pemilu Coblos Gambar Partai Politik

Jakarta – Sistem proporsional tertutup atau coblos partai politik kini masih digodok Mahkamah Konstitusi (MK) karena sejumlah pihak menggugat. Sistem ini kian menimbulkan kritik dari berbagai pihak.

Terbaru, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Demokrat Benny K Harman baru saja menyinggung soal sistem coblos partai akan diterapkan di Pemilu 2024. Hal ini disampaikan Benny dalam rapat yang digelar di ruang Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Adapun rapat ini digelar bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Selain itu, Benny juga menyinggung soal dana besar yang bisa menunda Pemilu 2024.

“Jadi, ya anggota Dewan udah sumpek ini apalagi dengan sistem pemilu yang ndak jelas. Lalu ada kabar burung bahwa nanti sistem tertutup, Pak Arsul. Sudah dapat informasinya, eh? Dari Bapak Presiden kah? Begitu?” kata Benny pada tanggapan akhirnya.

PKB Bantah Kabar Tersebut

Ketua DPP PKB Daniel Johan merespons kabar yang dilontarkan Benny. Dia membantah kabar tersebut.

“Sejauh ini DPR dan pemerintah sudah sepakat untuk tetap terbuka ya,” kata Daniel Johan saat dihubungi, Selasa (14/2).

Daniel Johan mengatakan PKB sampai saat ini juga masih pada sikap yang sama yakni pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Dia juga meyakini MK akan secara independen dan professional menolak usulan proporsional tertutup.

“PKB tetap menolak sistem proporsional tertutup bersama 8 partai lainnya, saya rasa MK akan teguh menjaga marwah, independensi dan profesionalismenya dengan menolak usulan terbuka yang ada karena tidak memilikinya legal standing,” ucapnya.

PAN Juga Bantah

Tak hanya PKB, PAN juga merespons kabar burung tersebut. Waketum PPP Arsul Sani menganggap pernyataan Benny itu hanya gurauan.

“Saya kira begini, yang disampaikan Pak Benny itu kan candaan. Kalau soal sistem pemilu apakah tetap proporsional terbuka atau proporsional tertutup ya kita tunggu saja putusan MK,” kata Arsul usai rapat Komisi III DPR bersama PPATK di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/2).

Arsul mengaku tidak pernah mendengar kabar burung yang disampaikan Benny itu. Dia meyakini Jokowi menyerahkan sistem pemilu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saya tidak pernah mendengar bahwa misalnya Presiden itu cenderung pada sistem tertentu. Saya kira presiden menyerahkannya kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan, karena memang di sanalah forum untuk menyelesaikannya,” katanya.

Dianggap Untungkan Partai Besar

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Demokrat, Dede Yusuf mendorong sistem coblos caleg atau proporsional terbuka di Pemilu 2024. Sebab, menurut Dede, sistem coblos partai atau proporsional tertutup hanya menguntungkan partai-partai besar.

“Sebetulnya kalau ditanya siapa yang diuntungkan? Sebetulnya saat ini pasti yang diuntungkan adalah partai besar, karena partai besar itu artinya simbol-simbol besarnya lebih menguntungkan,” kata Dede di kediaman Fachry Ali, Pondok Bambu, Jakarta Timur, Senin (13/2).

“Tapi kalau partai-partai menengah, partai kecil itu sangat tidak diuntungkan, kenapa sangat tidak diuntungkan? Karena yang bergerak itu kan sebetulnya adalah calon-calonnya, caleg-calegnya bahwa partai besar mereka punya kekuasaan,” sambung dia.

Oleh sebab itu, Dede Yusuf mengaku memilih sistem coblos caleg. Dia juga menyebut sistem coblos partai seperti membeli kucing dalam karung.

“Terbuka dong, gini ya, apa bedanya proporsional terbuka dan tertutup? Sederhana aja, kalau proporsional tertutup artinya orang memilih partai itu seperti membeli kucing dalam karung, dia tidak tau siapa yang dia pilih,” katanya.

(Prasetyo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *