Penanganan ini menurutnya sangat penting di Kabupaten Bekasi, mengingat secara geografis Kabupaten Bekasi merupakan wilayah hilir dan setiap harinya ada kurang lebih 600 ton sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, serta masih minimnya kesadaran masyarakat akan pengolahan sampah.
Dani menyebutkan, sejauh ini strategi darurat sampah dilakukan dengan menggenjot petugas persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi secara non-stop.
“Jadi petugas kita itu, Senin sampai Jumat mengangkut sampah dari rumah warga, dari pasar dan dari pabrik. Sedangkan Sabtu dan Minggu mereka mengangkut sampah dari sungai, terus begitu. Karena seminggu terlewat saja, sampah sudah penuh,” terangnya Dani Ramdan saat tampil di Podcast Makin Berani melalui channel youtube Prokopim Pemkab Bekasi.
Selain itu, terkait dengan sampah di sungai, ke depan Pemkab Bekasi mencanangkan akan membangun instalasi pengolah dan pengumpul sampah di 16 aliran sungai yang terindikasi seringkali dijadikan tempat membuang sampah.
“Menyadarkan warga agar tidak membuang sampah ke sungai, memang tidak mudah, berbulan-bulan kita edukasi, kita kasih sanksi dan sebagainya juga agak sulit. Di samping kita memang daerah hilir, di mana sampah dari hulu juga terbawa,” terangnya.
Dari aspek Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, sambungnya, Pemkab Bekasi telah menyiapkan dua hektar lahan, untuk menampung sementara sampah dalam setahun ke depan. Sambil menyiapkan konsep secara mendasar dengan strategi pengolahan dari sumber dan pengolahan di TPA.
“Tahun 2024 kita harus sudah punya solusi yang lebih mendasar lagi, karena kalau hanya menambah luas, tidak menyelesaikan secara fundamental, kita akan buat dengan 2 strategi, sampah di TPA Burangkeng diolah, sampah dari sumbernya (rumah) juga dikurangi,” jelasnya.
Secara detail Dani menerangkan akan mendorong pengolahan ini dengan adanya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di tingkat desa/kelurahan dan tingkat kecamatan serta Bank Sampah di tingkat RW.
“Itu nanti digencarkan sehingga nanti dapat mengurangi volume sampah di TPA,” lanjutnya.
Agar mendapat hasil yang maksimal bahkan daur ulang sampah yang bisa menghasilkan nilai ekonomis seperti menjadi maggot, kompos, hal ini menurut Dani, perlu perubahan sikap mendasar dari masyarakat.
“Tetapi untuk bisa mendaur ulang itu perlu ada perubahan sikap yang mendasar. Kebiasaan memilah sampah dari rumah. Ini yang agak sulit, tetapi beberapa RW sudah berhasil karena ada bank sampahnya, jadi ibu-ibu di rumah sudah mulai, sampah organik khusus, dibuang tiap hari, sampah non organik seminggu sekali,” tuturnya.
Mengenai sampah di TPA Burangkeng, seperti yang sudah bertumpuk selama 20 tahun bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi.
“Memang secara teori itu bisa jadi tenaga listrik, bisa juga jadi briket pengganti batu bara, nah untuk di Kabupaten Bekasi studinya lebih ke briket,” lanjutnya.
Program ini tengah diupayakan untuk disinergikan bersama para investor yang mampu membeli mesin untuk pabrik pengolahan menjadi briket bersama pihak yang akan membeli briket.
“Karena kan volumenya besar, kalau kita hanya bisa memproduksi tapi gak bisa dijual ya percuma. Jadi harus ada tiga pihak, mudah-mudahan dalam waktu persetujuan mulai ada investasinya, untuk instalasi pabriknya, tahun depan atau 2 tahun lagi pabrik ini sudah berjalan, maka ini bisa jadi solusi jangka panjang,” pungkasnya.
(Bekasikab.go.id)