Pemilihan Wabup Bekasi Terancam Digugat ke PTUN

PEMILIHAN Wakil Bupati Bekasi pada Rabu (18/03) melalui sidang paripurna DPRD Kabupaten Bekasi, memutuskan Akhmad Marzuki menjadi Wabup Bekasi terpilih untuk periode sisa jabatan 2017-2022.

Marzuki mendapat 40 suara, sementara pesaingnya Tuty Yasin tidak mendapat satu suara pun. Pemilihan Wabup tidak dihadiri satu pun anggota DPRD dari partai Golkar yang notabenenya sebagai partai pengusung.

Pengamat Politik Bekasi Adi Susila menjelaskan, dalam proses pemilihan wabup diperlukan verifikasi terbuka. Selain itu, diperlukan surat kesepakatan antar partai pengusung dari DPP partai untuk mendukung calon yang disepakati dalam bentuk berita acara yang dapat dijadikan dasar acuan kepada panitia pemilihan (panlih).

“Sejauh ini memang tidak ada keterbukaan informasi terkait verifikasi data calon. Termasuk juga tidak ada kesepakatan tertulis dari partai pengusung yang mendukung salah satu nama calon. Kami tidak tahu pasti tatib panlih, tapi proses ini adalah tahapan yang laik dilakukan. Wajar saja jika hasil panlih dianggap cacat hukum, karena proses dan tahapan yang dilakukan banyak menabrak aturan main,” terang mantan Ketua KPU Kabupaten Bekasi ini.

Ditambahkan, hanya partai pengusung dan bupati yang bisa menggugat hasil pemilihan wabup, jika proses pemilihan dianggap cacat hukum. Proses ini adalah jalan terbaik yang bisa dilakukan dan disediakan aturan hukumnya.

“Kalau mau menggugat yaa hanya bisa dari partai pengusung dan bupati sendiri ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena hasil dari pemilihan ini nantinya akan diserahkan ke bupati untuk ditindaklanjuti ke Gubernur Jabar. Jika bupati tidak ingin meneruskan hasil putusan panlih, yaa tidak apa-apa. Biasanya ada waktu dua minggu untuk memproses itu (surat hasil pemilihan wabup). Jika bupati tidak melanjutkan, maka proses tetap berjalan. Namun hal ini juga bisa menjadi dasar bagi gubernur untuk mempertimbangkan hasil panlih, karena bupati tidak menandatangani hasil panlih,” bebernya.

Menurut Adi, jika terjadi banyak kesalahan dan miss informasi dalam proses pemilihan wakil bupati, bisa dianggap bahwa panlih sekedar menggugurkan kewajibannya. Sebab, pasca pemilihan bukan lagi menjadi ranah panlih.

“Bisa dibilang begitu (menggugurkan kewajiban), jika ada proses gugatan dan lain sebagainya bukan lagi ranah panlih. Semua dikembalikan ke partai pengusung dan bupati,” katanya. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *