BIROKRASI di Pemerintahan Kabupaten Bekasi dinilai banyak celah terjadinya tindak korupsi dan suap. Salah satunya di bagian perizinan. “Rawan korupsi itu banyak. Salah satunya perizinan di Kabupaten Bekasi,” kata Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, kepada NewsBekasi.Id, Jumat (19/10).
Untuk mencegah terjadinya korupsi dan suap, kata Sumarsono, perlu adanya transparansi dan reformasi di bidang pelayanan berbasis IT. “Dengan transparansi semua orang bisa melakukan kontrol. Posisi izin saat ini sampai di mana, masalahnya dimana, jadi semua bisa akses. Jadi kata kuncinya transparansi dan mereform,” katanya.
Pelayanan berbasis IT, lanjut Sumarsono, juga bisa memudahkan dan memangkas waktu. “Yang tadinya sebulan bisa jadi seminggu. Dan yang seminggu bisa menjadi tiga hari. Jadi makin pendek (proses perizinan) maik baik dan makin transparan. Tapi kalau tertutup enggak bisa kontrol,” katanya.
Untuk mencegah terjadinya kasus serupa seperti yang terjadi di Kabupaten Bekasi, ada tiga hal yang perlu dilakukan. Yakni, kata Sumarsono, pembenahan sistem, perbaikan organisasi dan perilaku individual kepemimpinan.
“Pembenahan sistem meliputi E-budgeting, E-planning dan lainnya. Perbaikan organisasi dibikin makin ramping. Kalau individual kepemimpinan kita selalu memberikan pembinaan anti corruption,” katanya.
Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin ditangkap KPK terkait izin suap Meikarta, Senin (15/10/2018) kemarin. Kasus tersebut juga melibatkan kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati, Kepala Dinas Damkar Sahat MBJ Nahor, mantan kepala Dinas Lingkungan Hidup Daryanto dan beberapa pejabat lainnya.
Sedangkan dari pihak Meikarta, ada empat orang yang diamankan. Yakni Konsultan Lippo Grup Taryudi, pegawai Lippo Grup Fitra Djaja Purnama dan Henry Jasmen, serta Direktur Operasional Lippo Grup Billy Sindoro.
Pada kasus ini, Neneng diduga menerima uang dari pihak Meikarta sebesar Rp7 miliar, dari komitmen fee sebesar Rp13 miliar. Pemberian uang dilakukan pada April, Mei dan Juni 2018. (dej)